Senin, 18 Juni 2012

PPqwe

Pengembangan Konsepsi Intruksional[1]
Oleh; M. Zainury dan Siti Maesaroh[2]
Pendahuluan
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Corey menjelaskan bahwa konsep pembelajaran adalah suatu proses tempat lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam perilaku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan strategi pembelajaran. Strategi digunakan
untuk memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan. Strategi pembelajaran merupakan macam dan urutan perbuatan yang dipergunakan dan atau dipercayakan guru-siswa di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Urutan perbuatan guru-siswa dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual tertentu dinamakan prosedur instruksional. Implementasi dari strategi tersebut dibutuhkan urutan cara atau disebut metode pembelajaran.
Dan dalam makalah ini kami ingin lebih dalam membahas tentang konsepsi instruksional, yang mana kami membatasi permasalahan pada: Konsepsi dasar system instruksional yang meliputi Pengertian system instruksional, tujuan, dan model system instruksional, kemudian Model-model pengembangan instruksional yang juga membahas konsep intruksional pada zaman sofi dan Abelard, serta hakikat dan komunikasi dalam pembelajaran.
Pembahasan
Ø  Pengertian Sistem Intruksional
System instruksional dibentuk oleh dua konsep: “system” dan instruction”.”system” yang untuk selanjutnya diterjemahkan menjadi “system” oleh Wong dan Raulerson yang diartikan sebagai suatu perangkat dari  bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling mempengaruhi. Contohnya: system perencanaan, system tata surya. Sedangkan “ instruction” yang diterjemahkan menjadi “pembelajaran atau pengajaran” dan bahan instruksi” dalam arti pemerintah, oleh Saylor dan Alexandar diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum (curriculum implementation) atau diartikan lebih khusus yaitu proses belajar mengajar, proses pengajaran ataupun proses pembelajaran. Dalam system intruksional memiliki ciri khas yaitu adanya tujuan. Karena hal ini merupakan cirri utama dari proses pendidikan. Disamping itu ada dua unsur  lainnya yakni komponen dan proses. Antara tujuan, komponen, dan proses terdapat hubungan yang saling menentukan. [3]
Istilah pengembangan sistem intruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya dan praktis bisa dilaksanakan.pengajaran adalah suatu kegiatan dimana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar dia dapat bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap di pakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pendekatan terhadap siswa dan sebagainya.
Metode secara harfiah berarti “cara”. Secara umum, metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan oleh fasilitator dalam interaksi belajar-mengajar dengan memperhatikan keseluruhan sistem untuk mencapai suatu tujuan. Metode digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan mengkhususkan aktifitas tempat guru dan siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.
Dari paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Corey menjelaskan bahwa konsep pembelajaran adalah suatu proses tempat lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam perilaku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan strategi pembelajaran. Strategi digunakan untuk memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan. Strategi pembelajaran merupakan macam dan urutan perbuatan yang dipergunakan dan atau dipercayakan guru-siswa di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik bagi setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lainnya. Semua rangkaian tersebut dikelola dalam suatu kegiatan  pembelajaran. Kegiatan pembelajaran adalah rangkaian kegiatan yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses fisik dan mental melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapain kompetensi. Kegiatan pembelajaran dapat terwujud melalui metode pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada siswa. Kegiatan pembelajaran memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai siswa.[4]
Pengajaran berkaitan erat dengan belajar, namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu hidup yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. [5]
Ø  Tujuan Sistem Intruksional
Tujuan intruksional merupakan rumusan yang jelas yang memuat pernyataan tentang kemampuan dan tingkah laku peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu. Tujuan intruksional ini merupakan penjabaran dari tujuan kurikuler.tujuan intruksional ini dapat dibedakan menjadi tujuan intruksional umum, dan tujuan intruksional khusus. Menurut Gronlund, tujuan intruksional umum adalah hasil belajar yang diharapkan, yang dinyatakan secara umum dan berpedomann pada tingkah laku dalam kelas. Diantara kegunaannya adalah memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik dan memberikan kepastian yang diharapkan dari peserta didik. Sedangkan tujuan intruksional khusus adalah hasil belajar yang diharapkan dan yang dinyatakan dalam istilah perubahan tingkah laku khusus. Hendaknya ini mencakup unsur sebagai berikut:
a)      Performance, maksudnya berisi pernyataan tentang apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik.
b)      Condition, maksudnya menjelaskan kondisi yang penting disana atau dalam keadaan performance itu terjadi.
c)      Criterion, maksudnya menjelaskan kriteria performance yang diharapkan dengan menjelaskan bagaimana kriteria dari suatu performance yang dapat diterima.[6]
Ø  Model-model pengembangan Intruksional
Dewasa ini ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya model PPSI, model Briggs, model Kemp, model Gerlach dan Ely, model Bela H. Banathy, dan model ID, dan setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan. Lebih lanjutnya sebagai berikut:[7]
  1. Model PPSI (prosedur pengembangan sistem intruksional), yaitu model pendekatan sistem dimana pengajaran mencakup suatu kesatuan yang teroganisasi. Serta memiliki lima langkah pokok yaitu:
a.       Merumuskan tujuan intruksional khusus (TIK) adalah rumusan yang jelas tentang kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah selesai mengikuti program pengajaran tertentu.
b.      Mengembangkan alat evaluasi.
c.       Menetapkan kegiatan belajar dari materi pelajaran
d.      Merencanakan program kegiatan
e.       Melaksanakan program
2.      Model J.E. Kemp
Menurut Kemp pengembangan intruksional ini terdiri dari delapan langkah:
a.       Menentukan tujuan intruksional umum
b.      Menganalisis karakteristik peserta didik
c.       Menentukan tujuan intruksional khusus
d.      Menentukan materi pengajaran
e.       Menentukan penjajakan awal
f.       Menentukan strategi belajar mengajar
g.      Mengkordinasi sarana penunjang, yang meliputi tenaga fasilitas, alat, waktu dan tenaga
h.      Mengadakan evaluasi.
  1. Model Briggs
Pengembangan model ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan intruksional. Ada 10 langkah dalam model ini, yaitu:
a.       Identifikasi penentuan  tujuan
b.      Penyusunan garis besar kurikulum
c.       Rumusan tujuan
d.      Analisis tugas atau tujuan
e.       Penyiapan evaluasi hasil belajar
f.       Menentukan jenjang belajar
g.      Penentuan kegiatan belajar
h.      Pemantaun bersama
i.        Evaluasi formatif
j.        Evaluasi sumatif
  1. Model Gerlach dan Ely
Model ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely
Langkah-langkah dalam pengembangan intruksional terdiri dari:
a.       Merumuskan tujuan intruksional
b.      Menentukan isi materi pengajaran
c.       Menentukan kemampuan awal peserta didik
d.      Menentukan teknik dan strategi
e.       Pengelompokan belajar
f.       Menentukan pembagian waktu
g.      Menentukan ruang
h.      Memilih media intruksional yang sesuai
i.        Mengevaluasi hasil belajar
j.        Menganalisis umpan balik
  1. Model Bela H. Banathy
Menurut Banathy, secara garis besar pengembangan intruksional meliputi enam langkah pokok:
a.       Merumuskan tujuan
b.      Mengembangkan tes
c.       Menganalisis kegiatan belajar
d.      Mendesain sistem intruksional
e.       Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
f.       Mengadakan perbaikan[8]
Dan disini kami juga akan menjelaskan mengenai sejarah perkembangan Instruksional , menyangkut perkembangan Teknologi Instruksional, terdapat beberapa pendapat mengenai hal tersebut, mereka membaginya ke dalam beberapa periode, di antaranya :
a.Periode 1932 – 1959[9]
Brown (1984) membahas penjelasan yang dikemukakan Seattler sekitar perkembangan teknologi instruksional. Seattler menjelaskan bahwa konsep ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional biasanya berarti penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa, Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup). Cirinya adalah bahwa konsep ini memandang berbagai media sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecendrungan untuk lebih memperhatikan alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan individual siswa atau materipelajaran.
b. Periode 1960 – 1969.
Beberapa kejadian memberikan masukan terhadap pergeseran teoritis secara besar besaran berkenan dengan teknologi intruksional pada akhir tahun 1950 dan awal 1960an, terutama peritiwa peluncuran sputnik pada tahun 1957 yang mencengangkan dunia. Akibat dari itu, terutama di Amerika, sekolah dikritik karena kegagalannya mengajarkan science dan matematika dalam kapaitas yang cukup. Karena itu tekanan lebih di alamatkan kepada teknologi instruksional, akibatnya terdapat dua konstruksi teoritis muncul secar bersamaan yang mempengaruhi lapangan teknologi instruksional. Pertama yaitu pengaruh yang kuat dari aliran behaviorisme terhadap semua pendekatan belajar dan yang kedua adalah pendekatan sistem sistem yang datang dari teknik mesin dan teknologi. Gerakan yang berbeda ini akhirnya melahirkan dan saling melengkapi yang disebut dengan Pengajaran Terprogram. Gerakan kaum behavioris melahirkan pegembangan tujuan behavioral, karena diperlukan perumusan tingkah laju lebih lanjut dalam merancang sebuah proses pembelajaran.
c. Periode 1970 – 1983.
Mendekati akhir tahun 1970, muncul kembali pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Menurut Wittrock penekatan kognitif berimplikasi bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan lebih produktif bila dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni suatu proses kognitif berperantara dari pada sebagai produk langsung dari lingkungan , orang atau faktor eksternal lainnya.
d. Periode 1983 –muthakir.[10]
Pada masa ini berlangsung kekacau balauan akibat pertengkaran dari landasan teoritik dan teknologi instruksional. Perbedaan pendapat ini terutama dialamatkan kepada para perintis audio Visual. Seperti Salomon, yang menganggap audio visual itu sebagai agen informasi dan bukan sebagai stimulus yang langsung untuk respon tertentu. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa media tidak lebih dari kendaraan yang mengangkut para ahli ke konfrensi pemecahan masalah dan memberi sumbangan terhadap pemahaman para ahli tentang masalah tersebut.
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :
A. Metode Kaum Sofi.[11]
Perkembangan dari berbagai metode pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik . mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor.  Pandangan ajaran   kaum Sofi didasarkan atas:
1. Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah permbeelajaran dapat diarahkan secara efektif.      
2. Bahwa proses evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.      
3. Sejarah dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.      
4. Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.  
5. Bahwa asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.  
B. Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat, metodenya disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yang sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaannya berlangung dengan cara take and give of conversation yaitu dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.[12] Sehingga pada metode ini bentuk pengembangannya adalah dengan memunculkan beberapa pertanyaan yang lazim yakni dengan pertanyaan awal Apa itu ? Metode ini di latar belakangi dengan adanya sebuah pertanyaan untuk mencari sebuah pengertian yang tepat. karena berkaitan dengan ajuan pertanyaan maka metode socrates ini di anggap sebagai pelopor dialektika pengetahuan.[13]
C. Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metode yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelempok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulkan jawaban itu sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak, [14] karena prosedur yang di pakai adalah dengan memakai beberapa tahapan. Pertama,di ajukan beberapa jenis pertanyaan yang bertentangan, di baca, dipelajari dalam konteks materi pelajaran yang bertujuan untuk melihat masihkah ada pertentangan atau tidak. Jika di dapati masih ada kesalahan maka di perbaiki untuk selanjutnya di perlukan ketrampilan di bidang gramatika, ethimologi, dan linguistik. Kemudian di buatlah keputusan-keputusan mengenai makna dari pernyataan-pernyataan tersebut.
Pada proses ini peran guru dilibatkan sampai kegiatan ini dipastikan mendekati kesimpulan akhir. Setelah itu kemudian di akhiri dengan penyelidikan (inquiry) yang berkaitan dengan kecenderungan kearah penulisan pernyataan-pernyataan tersebut. Apabila masih terdapat kontradiksi, para siswa dapat membuat kesimpulan- kesimpulan yang dipilihnya. [15]
d. Metode Johann Amos Comenius.
Metode ini muncul di karenakan ia merasakan betapa jeleknya para guru dalam memberikan pengajaran bahasa latin di sekolahnya (Prerau) dulu. Sehingga kemudian setelah ia berhasil lulus ia menerbitkan beberapa buku seperti; Didactica, magna, Janua Linguarum Reserata, dll yang di dalamnya berisikan tentang metode pengajaran yang di dasarkan pada patokan Makrokosmos yang selalu berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang sistematis maka disini manusia (mikrokosmos)harus menyesuaikan diri dengan desaign makrokosmos itu. Pada metode ini model penyampaiannya dengan tekhnik induktif yang ia ambil dari Bacon yakni dengan dimulai dari peristiwa nyata, kemudian meningkat ke umum, kesimpulan atau dalil yang abstrak. Dengan metode itulah yang kemudian menghantarkan Comenius menjadi pelopor dasar-dasar didaktik sebagai ilmu pengetahuan yang tetap berlaku sepanjang zaman.
e. Metode Joseph Lancaster
Metode yang dipakai oleh Lancaster ini dengan menggunakan metode monitorial yaitu dengan sistem pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencana yang meningkat,dan di kelola secara ekonomis. Untuk itu ia menggunakan berbagai media pengajaran. Selain itu sistemnya dikenal dengan sistem pengajaran ekonomis karena menurutnya 1 guru berbanding dengan 284 higga 500 siswa. Di dalam sistem persekolahannya dipergunakan suatu metode yang sudah dirinci secara sistematis kedalam 6 bidang ;
1.Pengajaran berlangsung dalam bentuk kegiatan monitor dan latihan.
2.Pengajaran berlangsung diman para siswa mempelajari kerangka isi pelajaran.
3.Siswa melakukan kegiatan atau latihan
4. Guru-guru melakukan pengontrolan pengajaran
5. Siswa dikelompokkan
6.Ujian dan pengadministrasian para siswa.[16]
f. Metode Johann Heinrich Pestalozzi
Metode ini di dasarkan beberapa landasan ; pertama, pada pengamatan. Menurut metode ini dengan pengamatan akan menimbulkan pengertian, dan pengertian yang baru itu akan bergabung dengan pengertian yang lama sehingga kemudian memunculkan pengetahuan baru. Akan tetapi pengamatan itu harus disertai dengan kegiatan jiwa dan pribadi yang aktif sehingga dapat mengolah hasil pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Kedua, kegiatan anak secara aktif harus mampu menolong atau mendidik dirinya. Ketiga, anak haus berkembang sesuai dengan kodratnya secara teratur, maju berkembang tahap demi tahap. Pestalozzi merupakan pelopor di dalam mengembangkan sistem pengajaran yang komprehensip dan berasaskan teori- teori pendidikan. Peztalozzi juga menciptakan beberapa alat peraga seperti papan aritmathika yang berupa kotak-kotak, sylabories untuk melatih para siswa dalam mempelajari angka.
g. Metode Friedrich W. Frobel
Metode ini oleh Friedrich W. Frobel di tulis dalam karyanya yang berjudul Kindergarten dan Mutter Und Koselieder. Di dalamnya memuat teori rekapitulasi dimana masa-masa kebudayaan hidup kembali pada diri setiap anak pada masa transisinya semenjak bayi hingga dewasa. Dan berdasarkan teori itulah sejarah kesusasteraan dan kebudayaan dapat di selidikidan di manfaatkan sebagai sumber materi pelajaran. Sedangkan metode pengajaranya meliputi:
a.Bermain dan Bernyanyi untuk menanamkan jiwa sosialis
b.Membentuk dengan melakukan kegiatan menggunting kertas, menggambar, membuat model, dsb
c.Gift and Accupation yang merupakan serangkaian materi pengajaran dalam dua macam bentuk, yaitu dengan memberikan gagasan (gift) kepada anak-anak dan memberikan kegiatan (Accupation).[17]
h. Metode Johann Friederich Herbart
Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.[18]
Ø  Komunikasi dalam Pembelajaran
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan.[19] Komunikasi berasal dari kata latin “communicare” yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan Komunikasi adalah proses pengiriman informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk tujuan tertentu. Komunikasi adalah proses merubah perilaku orang lain. Komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi menimbulkan arus informasi dua arah, yaitu dengan munculnya feedback dari pihak penerima pesan.
            Kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi yang terjadi di dalamnya. Komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Pengajar adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, sehingga dosen sebagai pengajar dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif. [20]
Setidaknya terdapat lima aspek yang perlu dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, yaitu :
a. Kejelasan
Hal ini dimaksudkan bahwa dalam komunikasi harus menggunakan bahasa dan mengemas informasi secara jelas, sehingga mudah diterima dan dipahami oleh komunikan.
b. Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan kebenaran informasi yang disampaikan.
c. Konteks
Konteks atau sering disebut dengan situasi, maksudnya adalah bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
d. Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap
e. Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan tatakrama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi. [21]

Kesimpulan
Pembelajaran dapat dimaknai sebagai interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sengaja dan terencana serta memiliki tujuan yang positif. Keberhasilan pembelajaran harus didukung oleh komponen-komponen instuksional yang terdiri dari pesan berupa materi belajar, penyampai pesan yaitu pengajar, bahan untuk menuangkan pesan, peralatan yang mendukung kegiatan belajar, teknik atau metode yang sesuai, serta latar atau situasi yang kondusif bagi proses pembelajaran.
Dengan demikian komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran sangat berdampak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan. Komunikasi dikatakan efektif apabila terdapat aliran informasi dua arah antara komunikator dan komunikan dan informasi tersebut sama-sama direspon sesuai dengan harapan kedua pelaku komunikasi tersebut. Jika dalam pembelajaran terjadi komunikasi yang efektif antara pengajar dengan mahasiswa, maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran tersebut berhasil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka para pengajar, pendidik, atau instruktur pada lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Kemampuan komunikasi yang dimaksud dapat berupa kemampuan memahami dan mendesain informasi, memilih dan menggunakan saluran atau media, serta kemampuan komunikasi antar pribadi dalam proses pembelajaran.

Daftar Pustaka
ü  Arif S.Sadiman, dkk, Media Pendidikan: Pengertian, pengembangan dan Pemanfaatannya,( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009.
ü  Endang Lestari G, dan Maliki,  Komunikasi yang Efektif, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2003
ü  Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
ü  Sutirman, Komuniksi Efektif Dalam Pembelajaran dalam http://tirman.wordpress.com/komunikasi-efektif-dalam-pembelajaran/, tgl 8 april 2011.
ü  http://alisadad.wordpress.com/2010/05/15/teknologi-pengajara/ (dibrowsing pada tanggal 6 april2011


[1] Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah perencanaan pengajaran yang di ampu oleh: Inayatul Ulya M.s
[2] penulis adalah mahasiswa prodi pendidikan bahasa arab semester IV  di STAIMAFA
[3]  Drs. Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta, Rineka Cipta, 2006), Hlm. 51-52

[5] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 96
[6] Ibid, 86-88
[7] Ibid, 74-79
[8] Ibid, 80-85
                [13] http://alisadad.wordpress.com/2010/05/15/teknologi-pengajara/ (dibrowsing pada tanggal 6 april2011

[19] Arif S.Sadiman, dkk, Media Pendidikan: Pengertian, pengembangan dan Pemanfaatannya, ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hlm 11.
[20] Sutirman, Komuniksi Efektif Dalam Pembelajaran dalam http://tirman.wordpress.com/komunikasi-efektif-dalam-pembelajaran/, (dibrowsing pada tgl 8april 2011).
[21] Lestari G, Endang dan Maliki,  Komunikasi yang Efektif, (Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2003), hlm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar