“Prinsip-prinsip dan teknik-tehnik evaluasi
hasil belajar”
Oleh:
Zakiyatul Fu’adah dan Siti Maesaroh
Pendahuluan
Pengajaran
yang efektif menghendaki dipergunakannya alat-alat untuk menentukan apakah
suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai
dimanakah hasil belajar yang diinginkan tadi telah tercapai. Kita tidak akan
dapat memberikan bimbingan yang baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh
murid-murid kalau kita tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan
murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan.[1]
Prinsip-prinsip
evaluasi
Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik
apabila dalam pelaksanaanya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar
berikut yaitu: (1)prinsip keseluruhan, (2) prinsip kesinambungan, dan (3)
prinsip obyektivitas.
1.
prinsip
keseluruhan, juga dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Dengan prinsip
komprehensif dimaksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar dikatakan
terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat,
utuh da menyeluruh. Dengan kata lain evaluasi hasil belajar harus dapat
mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan
tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai mahluk hidup dan
bukan benda mati. Dalam hubungan ini evaluasi hasil belajar disamping dapat
mengungkap aspek proses berpikir (cognitive domain) juga dapat
mengungkap aspek kejiwaan lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap (affective
domain) dan aspek keterampilan (psychomotor domain) yang melekat
pada diri masing-masing individu peserta didik.
Dengan
melakukan evaluasi hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh
bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan
perkembangan subyek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2.
prinsip
kesinambungan atau prinsip kontinuitas. Dengan prinsip kesinambungan
dimaksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi yang
dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu kewaktu. Dengan
evaluasi yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal, maka
dimungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik sejak
dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada saat-sat mereka mengakhiri
program pendidikan yang mereka tempuh.
Evaluasi
hasil belajar yang dilaksanakan secara berkesinambungan itu juga dimaksudkan
agar pihak evaluator dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan
langkah-langkah atau merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang perlu diambil
untuk masa-masa selanjutnya, agar tujuan pengajaran sebagaiman dirumuskan pada
tujuan intruksional khusus (TIK) dapat dicapai dengan sebaik-baiknya.
3.
prinsip
obyektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor yang
sifatnya subyektif. Sehubungan dengan itu, dalam pelaksanaan evaluasi hasil
belajar, seorang evaluator harus senantiasa berfikir dan bertindak wajar
menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan
yang bersifat subyektif.[2]
Teknik-teknik
evaluasi
Istilah tehnik-tehnik dapat
diartikan sebagai ‘alat-alat”. Dalam istilah tehnik-tehnik hasil belajar
terkandng arti “alat-alat (yang yang dipergunakan dalam rangka melakukan)
evaluasi hasil belajar. Dan dalam pembahasan kali ini kami hanya membatasi pada
alat-alat evaluasi hasil belajar disekolah yang mana dikenal adanya dua macam
tehnik, yaitu: tehnik tes dan tehnik non-tes.
Teknik
tes
a)
Pengertian
tes
Secara harfiah, kata “tes” berasal
dari bahasa prancis kuno “testum” yang berarti “piring untuk menyisihkan
logam-logam mulia”(maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan
dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi) dalam
bahasa inggris ditulis dengan “test” yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”. Dalam bahasa arab
imtihan.
Adapun dari segi istilah menurut
Anne Anastasi dalam karya tulisnya berjudul psycologycal testing yang di
maksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Menurut
Lee J. cronbach dalam bukunya berjudul essential of psycologycal testing, tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan dua orang atau
lebih. Sedangkan menurut F.L Goodenough, tes adalah suatu tugas atau
serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu,
dengan maksud untuk membandingkan kecakapan mereka, satu dengan yang lain.
Dari definisi-definisi tersebut
diatas kiranya dapat dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan yang
dimaksud dengan tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur yang
perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa
pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus
dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau
prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan dengan nilai-nilai yang
dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
b)
Fungsi
tes
Ada dua macam fungsi secara umum
yang dimiliki oleh tes, yaitu:
1.
Sebagai
alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik
setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2.
Sebagai
alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan
dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan,
telah dapat dicapai.
Ditinjau dari fungsi tes sebagai alat pengukur
perkembangan belajar peserta didik, tes dapat dibedakan menjadi enam golongan
yaitu: tes seleksi, tes awal, tes akhir, tes diagnostic, tes formatif dan tes
sumatif.
a)
Tes
seleksi
Sering dikenal dengan istilah
ujian saringan atau ujian masuk. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan
calon siswa baru dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik
yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes. Tes
seleksi ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis, tes perbuatan, dan dapat
pula mengkombinasikan ketiga jenis tes tersebut secara serempak.
Sebagai tindak lanjut dari
hasil tes seleksi, maka para calon yang dipandang memenuhi batas persyaratan
minimal yang telah ditentukan dinyatakan sebagai peserta tes yang lulus dan
dapat diterima sebagai siswa baru, sedangkan
mereka yang dipandang kurang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan,
dinyatakan tidak lulus dan karenanya tidak dapat diterima sebagai siswa baru.
b)
Tes awal
Tes awal sering dikenal
dengan pre-test. Per-test
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan yang
akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jadi tes awal adalah
tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Tes
awal dapat dapat dilaksanakan baik secara tertulis atau secara lisan. sebagai
tindak lanjutnya adalah jika dalam tes awal itu semua materi yang ditanyakan
sudah dikuasai oleh peserta didik, maka materi tersebut tidak akan diajarkan
lagi, tapi jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian
saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami
oleh para peserta didik.
c)
Tes
akhir (post test)
Tes ahir dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting
sudah dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Materi tes akhir ini
adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan
kepada peserta didik, dan biasanya naskah tes akhir ini sama dengan naskah tes
awal. Dengan cara demikian maka akan dapat diketahui apakah hasil tes akhir
lebih baik , ataukah lebih jelek daripada hasil tes awal. Jika hasil tes akhir
itu lebih baik daripada tes awal, maka dapat diartikan bahwa program pengajaran
telah berjalan dengan sebaik-baiknya.
d)
Tes diagnostic
Adalah tes yang dilaksanakan
untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta
didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahui jenis kesukaran
yang dihadapi itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya berupa
pengobatan (theraphy) yang tepat. Tes ini juga bertujuan menemukan jawab
atas pertanyaan “apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang
merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?”
Pertanyaan pada tes
diagnostic umumnya ditekankan pada bahan-bahan tertentu yang biasanya sulit
dipahami siswa. Tes jenis inidapat dilaksanakan secara lisan, tertulis,
perbuatan atau kombinasi dari ketiganya.
Sesuai dengan nama tes itu
sendiri (diagnose= pemeriksaan), maka hasil pemeriksaan itu menunjukkan bahwa
tingkat penguasaan peserta didik yang sedang diperiksa itu termasuk rendah,
harus diberi bimbingan secara khusus agar mereka dapat memperbaiki tingkat
penguasaannya terhadap mata pelajaran tertentu.
e)
Tes
formatif
Adalah tes hasil belajar yang
bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh manakah peserta didik telah terbentuk
(sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Perlu diketahui istilah
formatif berasal dari kata “form” yang berarti “bentuk”. Tes formatif ini biasa
dilaksanakan ditengah-tengah program pengajaran yaitu pada setiap kali satuan
pelajaran atau subpokok pembahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Tes
formatif ini dikenal dengan istilah “ulangan harian”. Materi dari tes ini pada
umumnya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang telah diajarkan.
Tindak lanjut yang perlu
dilakukan setelah diketahuinya hasil tes ini adalah: jika materi yang diteskan
telah dikuasai dengan baik maka pembelajaran dilanjutkan dengan pokok
pembahasan yang baru. Dan jika ada bagian yang belum dikuasai, maka sebelum
dilanjutkan dengan pokok bahasan baru, terlebih dahulu diulangi lagi
bagian-bagian yang belum dikuasai oleh peserta didik. Maka tujuan dari tes
formatif adalah untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik dan
sekaligus juga untuk memperbaiki proses pembelajaran.
f)
Tes
sumatif
Adalah tes hasil belajar yang
dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan.
Disekolah tes ini dikenal dengan istilah “ulangan umum” atau EBTA (evaluasi
belajar tahap akhir), dimana hasilnya digunakan untuk mengisi nilai rapor atau
mengisi ijazah (STTB). Tes sumatif ini pada umumnya disusun atas dasar materi
pelajaran yang telah diberikan selama satu caturwulan atau satu semester. Dengan
demikian materi tes sumatif itu jauh lebih banyak ketimbang materi tes
formatif.
Tes sumatif ini dilaksanakan
secara tertulis, agar semua siswa memperoleh materi yang sama. Yang menjadi
tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan
keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu. Sehingga dapat ditentukan:
_ kedudukan dari
masing-masing peserta didik ditengah-tengah kelompoknya;
_dapat atau tidaknya peserta
didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya (yang lebih tinggi)
_kemajuan peserta didik, untuk diinformasikan
kepada pihak orang tua, petugas bimbingan dan konseling, lembaga pendidikannya,
atau pasaran kerja, yang tertuang dalam bentuk rapor atau STTB.[3]
Teknik
non-tes
Selain teknik tes, terdapat juga teknik yang lain yaitu, teknik
non-tes. Yang merupakan teknik penilaian atau evaluasi belajar dilakukan tanpa
menguji peserta didik. Melainkan dengan dilakukan dengan menggunakan pengamatan
sistematis (observation), melakukan wawancara (inteview),
menyebarkan angket (questionnaire), dan memerikasa atau meneliti
dokumen-dokumen (documentary analysis), teknik non tes ini pada umumnya
memegang peranan yang penting dalam rangka mengamati hasil belajar peserta
didik dari segi ranah sikap hidup (effective domain), dan ranah
keterampilan (psycomotoric domain), sedangkan teknik tes sebelumnya
lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi
ranah proses berfikirnya (gognitive domain),
1.
Pengamatan
(observation / al–ta-ammul)
Secara umum pengertian
observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (=data) yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.[4]
Atau dengan kata lain observasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui proses pengamatan dan
pendekatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki.[5]
Observasi sebagai alat
evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat di amati, baik dalam situasi yang sebenarnya
maupun dalam situasi yang buatan. Observasi dapat mengukur dan menilai hasil
dan proses belajar, misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru
menyampaikan pelajaran dikelas, pada jam-jam istirahat, atau jam kosong dan
lain sebagainya.[6]
Ada tiga macam jenis
observasi yaitu:
a.
Observasi
partisipasi, umumnya dipergunakan untuk penilaian yang bersifat eksplorasi.
Suatu observasi disebut partisipasi bila observer turut mengambil bagian dalam
kehidupan.
b.
Observasi
sistematik, yaitu sebelum mengadakan observasi terlebih dahulu dibuat kerangka
tentang berbagai factor dan ciri-ciri yang akan diobservasi.
c.
Observasi
eksperimental yaitu suatu observasi yang memiliki cirri yaitu membuat variasi
situasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu, situasi ditimbulkan atau
dibuat sengaja. [7]
Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan mekalukan observasi
itu disamping memiliki kelebihan, juga tidak lepas dari kekurangan. Diantara
kelebihan yang dimiliki observasi ialah:
-
Data
observasi diperoleh secara langsung dilapangan, sehingga dengan memiliki data
tersebut dapat lebih bersifat obyektif
dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan
yang senyatanya.
-
Data
hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing
individu peserta didik, maka dalam pengolahanya tidak berat sebelah atau hanya
menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar
mereka.
Dan
diantara kekurangan-kekurangnya adalah:
-
Observasi
sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan
dengan baik dan benar oleh para pengajar. Untuk menghasilkan data observasi
yang baik, seorang guru harus mampu membedakan atara apa yang tersurat dengan
apa yang tersirat.
-
Kepribadian
dari observer seringkali mewarnai atau menyelinap masuk kedalam penilaian yang
dilakukan dengan cara observasi.
-
Data
yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap “kulit
luar”nya saja. Adapun apa yang sesungguhnya terjadi dibalik hasil pengamatan
belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakuka observasi saja. Karena
itu observasi harus didukung dengan cara-cara lainya misalnya wawancara.[8]
2.
Wawancara
(interview)
Wawancara adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
jawab lisan secar sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang
telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang
dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
-
Wawancara
terpimpin (guided interview) yang sering dikenal dengan istilah wawancara
berstruktur atau wawancara sistematis. Dalam wawancara terpimpin, evaluator
melakukan tanya jawab lisan dengan puhak-pihak yang diperlukan; misalnya
wawancara dengan orang tua murid, peserta didik dan lain-lain, dalam rangka
menghimpun bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya.
Wawancara ini sudah dipersiapkan secara matang yaitu dengan berpegang pada
panduan wawancara (interview guide) yang butir-butir itemnya terdiri
dari hal-hal yang dipandang perlu guna mengungkap kebiasaan hidup sehari-hari
dari peserta didik, hal-hal yang disukai atau tidak disukai, cita-citanya,cara
belajarnya dan lain sebagainya.
-
Wawancara
tidak terpimpin (un- guided interview) yang sering dikenal dengan
istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak
sistematis, atau wawancara bebas.
Dalam wawancara bebas ini pewawancara selaku
evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaannya tanpa dikendalikan oleh
pedoman-pedoman tertentu.[9]
3.
Angket (questionnaire)
Angket adalah seperangkat
pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, yang digunakan untuk mengubah
berbagai keterangan yang langsung diberikan oleh responden. Angket sebagai alat
pengumpul data mempunyai ciri khas yang yang membedakan dengan alat pengumpul
data lainnya yaitu pengumpulan data melalui daftar pertanyaan tertulis yang
disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari sumber
yang berupa orang. [10]
Dengan menggunakan angket ,
pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil belajar jauh lebih praktis,
menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja jawaban-jawaban yang diberikan acapkali
tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Angket dapat diberikan
langsung kepada peserta didik atau kepada orang tua mereka.pada umumnya tujuan
penggunaan angket dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh
data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam
menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Disamping itu juga
dimaksudkan untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan
program pembelajaran.[11]
4.
Pemeriksaan
dokumen (documentary analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan,
perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (non tes)
juga dapat dilengkapi dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto
biografi) seperti kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agamanya,
kedudukan anak dalam keluarga dan lain sebagainya.
Berbagai informasi mengenai
peserta didik, orang tua dan lingkungannya bukan tidak mungkin pada saat-saat
tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam
melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya. Informasi-informasi
seperti contoh diatas dapat direkam melalui sebuah dokumen berbentuk formulir
atau blanko isian yang harus diisi pada saat peserta didik untuk pertama
kalinya diterima sebagai siswa disekolah yang dersangkutan.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa dalam
rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi tidak harus semata-mata
dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar.[12]
Daftar
pustaka
·
Sujiono,
Anas, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta: rajawali Pers, 2009)
·
Mulyadi,
evaluasi pendidikan, (malang: UIN-Maliki Pres, 2010)
·
Nurkancana,
Wayan dan PPN. Sunartana, evaluasi pendidikan, (Surabaya: usaha
nasional)
[1] Wayan Nurkancana dan PPN. Sunartana, evaluasi pendidikan,
(Surabaya: usaha nasional), hal:24
[2] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal:31-33
[3] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 65-73
[4] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 76
[5] Mulyadi, evaluasi pendidikan, (malang: UIN-Maliki Pres,
2010), hal: 61
[6] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 76
[7] Mulyadi, evaluasi pendidikan, (malang: UIN-Maliki Pres,
2010), hal: 61
[8] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 81-82
[9] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 82-84
[10] Mulyadi, evaluasi pendidikan, (malang: UIN-Maliki Pres,
2010), hal: 66
[11] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 84-85
[12] Anas Sujiono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta:
rajawali Pers, 2009), hal: 90-91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar